Setahun Pernikahan

00.32 Robi Afrizan Saputra 0 Comments


Tepat 23 Juni 2020 yang lalu adalah setahun pernikahan saya dengan Diska Anjelina Sudarta. Seorang perempuan Jawa yang akhirnya saya pilih sebagai teman hidup selamanya. Diska dulu kuliah di IPB sedangkan saya di Unpad.

Ya, namanya jodoh. Ada-ada saja cara Allah mempertemukan dan memberikan kemudahan saat kami taaruf dulu. Mulai dari saya yang datang sendirian mengkhitbah (melamarnya), mahar yang sangat dimudahkan, izin dari keluarga masing-masing juga mudah. Pokoknya banyak kemudahan. Kami yakin ini adalah bagian dari peran Allah yang mempermudah setiap proses pernikahan kami dulu.

Setahun pernikahan ini saya banyak belajar. Belajar banyak hal pokoknya. Mulai dari bagaimana membangun fondasi rumah tangga itu sendiri. Maklum, kami menikah terbilang usia muda. Usia 23 tahun. Enggak lama setelah kami masing-masing wisuda sarjana. Mungkin, seusia itu teman-teman yang lain masih mencari kerja atau sedang lanjut S-2. Sedangkan kami malah memutuskan menikah. Namun, keputusan yang dibuat ini tentulah keputusan penuh tanggung jawab dan dibuat secara sadar dan yakin.

Waktu sebelum menikah dulu, saya mencoba mencari alasan agar saya menunda menikah, tapi enggak ketemu lagi alasannya. Masalah restu/izin? Orang tua saya sudah ngasih lampu hijau. Masalah persiapan ilmu? Saya sudah banyak membaca buku pranikah ini sejak semester pertama kuliah, mendengar kajian-kajian tentang rumah tangga, dan juga sering cerita sama senior yang udah menikah duluan. Masalah ruhiyah dan mental? Mau enggak mau harus terus disiapkan dan ditingkatkan. Masalah finansial? Saya sudah punya bisnis dan tabungan sejak SMA dulu. Kalau dicari-cari alasan agar saya menunda nikah, enggak ketemu lagi waktu itu. Ya, dengan keyakinan dan kemantapan hati, saya pun memberanikan diri memulai proses taaruf dan kemudian menikahinya.

Setahun pernikahan yang lalu, hal yang paling kami kuatkan adalah fondasi dan tujuan keluarga.

Kami cukup banyak membuat kesepakatan apa yang menjadi tujuan kami menikah. Dengan sadar dan tahu tujuan ini, kami jadi paham apa yang harus kami perjuangkan dalam rumah tangga muda ini. Mulai dari menyepakati ibadah unggulan apa yang harus dikonsistenkan, menyepakati kalau keluar pintu rumah enggak boleh aurat terlihat, menyepakati program-program rumah tangga, ngobrolin pendidikan anak, hingga menyusun strategi gimana caranya agar bisa beli rumah dengan cara cash. Pokoknya, banyak hal yang kami obrolkan.

Oh ya, salah satu prinsip keluarga yang kami sepakati adalah tidak akan berhutang dan menjauhi riba. Mau enggak mau kalau membeli rumah harus cash. Kalau KPR/kredit ya jelas-jelas ada bau-bau ribanya. Kami tidak mau. Makanya kami juga ngobrolin strategi gimana caranya bisa beli rumah secara cash. Doain ya agar bisa terwujud. Manusia berikhtiar, Allah yang memberi jalan. Amin.

Setahun pernikahan kami, kami sama-sama banyak belajar mengelola emosi. Namanya juga dua manusia yang enggak kenal sebelumnya, tiba-tiba tinggal seatap serumah. Satu per satu hal yang enggak tahu sebelumnya, perlahan mulai tahu. Butuh waktu memang untuk belajar memahami pasangan. Kami pun juga masih belajar. Hingga kami sampai pada sebuah simpulan. Kalau menikah itu artinya sepaket juga menikahi kekurangan-kekurangan pasangan. Mau enggak mau harus diterima dan diperbaiki bersama.

Setahun pernikahan kami, alhamdulillah kami diamanahi Allah dengan seorang anak laki-laki. Kami beri nama Rayyan Khair Rabbani.

Mohon doanya agar setiap keluarga semakin sakinah, mawaddah, dan penuh rahmah. Amin.

Tuban, 6 Juli 2020
Pukul 00.32 WIB

You Might Also Like

0 komentar: